Rami (
Boehmeria nivea) merupakan tanaman
tahunan dengan bentuk tanaman herba berumpun banyak yang menghasilkan
serat dari kulit batangnya. Serat rami tergolong dalam serat panjang,
kuat, dan baik untuk bahan baku tekstil karena memiliki struktur yang
mirip dengan serat kapas (Berger, 1969; Buxton dan Greenhalgh, 1989).
Untuk diambil seratnya, batang tanaman rami dipanen setiap dua bulan
sekali dan diproses dengan mesin dekortikator sehingga menghasilkan
serat kasar (china grass). Sebelum dipintal menjadi benang, serat kasar
yang masih banyak mengandung getah (gum) perlu dibersihkan melalui
proses degumming, dan proses pemutihan serta pelemasan dengan pemberian
minyak (oiling) sehingga menjadi serat yang putih dan lemas (rami
top).
Rami merupakan tanaman hari pendek, umumnya peka sampai sangat peka
panjang penyinaran (fotoperiodisitas). Tanaman ini memiliki adaptasi
yang luas, yakni mulai dari kondisi ekuator di Indonesia dan Filipina
(6o-9o LU dan LS) hingga 38o LU atau lebih di Jepang dan Korea Selatan,
juga Rusia (45°LU) serta berkembang di beberapa negara lainnya baik
beriklim tropis maupun subtropis (Zaitgev dalam Dempsey, 1975).
Temperatur ideal untuk rami adalah sekitar 20°C-27°C, namun, rami bisa
tumbuh pada temperatur < 20°C hingga 30°C atau lebih. Tanaman rami
akan mengalami dorman dan tidak menghasilkan pada temperatur < l0o C
(Oshiumi, dalam Dempsey, 1975). Soeroto (1956) menyebutkan bahwa
tanaman rami akan tumbuh dan berproduksi tinggi di Indonesia bila
ditanam pada daerah dataran menengah sampai dataran tinggi (500-1500 m
dpl.). Menurut Suratman et at. (1993) tanaman ini bisa diusahakan dari
dataran rendah sampai pegunungan (10-1500 m dpl.). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilaporkan Anonim (1958) mengenai uji klon
rami di Lembang dan Bogor, Sastrosupadi et at. (1993) yang melaporkan
hasil penelitian uji klon rami di dataran rendah, Setyo-Budi et al.
(1993a) yang menguji beberapa klon rami di lahan gambut. Dari hasil
penelitian tersebut, produktivitas serat yang paling tinggi adalah di
dataran tinggi (> 700 m dpl.) yakni berkisar antara 2,5-3,0
ton/ha/tahun. Untuk dataran menengah (400) 700 m dpl.) produktivitasnya
2,0-2,5 ton/ha/tahun, sedangkan di dataran rendah « 400 m dpl.) adalah
1,5-2,0 ton/ha/tahun.
Sejak zaman pendudukan Jepang, tahun 1943, rami sudah dikenal bukan
hanya untuk tali tambang, tetapi juga bahan pembuatan karung goni.
Karung goni kemudian dijadikan pakaian oleh penduduk Indonesia pada masa
sulit itu.
NATO memburu tanaman tersebut untuk dijadikan bahan dasar pakaian
tentara mereka. Hal ini dikarenakan, pakaian dari tanaman rami merupakan
pakaian yang nyaman dipakai atau dengan kata lain tanaman rami
merupakan top quality untuk bahan dasar bagi berbagai jenis pakaian.
Selain itu yang lebih mencengangkan, seorang tentara yang menggunakan
pakaian berbahan dasar rami tidak dapat terdeteksi/terlacak oleh radar
musuh. Karena pakaian ini mengandung serat alami sehingga alat pelacak
musuh hanya mengenalinya sebagai tanaman bukan manusia.
Tiap tahunnya, NATO memesan 30.000 pakaian tentara berbahan dasar
rami dari Indonesia. Selain untuk dibuat pakaian tentara, menurut riset
peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Pertahanan,
selulosa rami merupakan salah satu unsur pokok pembuat bahan peledak dan
propelan. Betapa luar biasanya tanaman asli Indonesia ini.